Header Ads

ad

EKSPEDISI PULAU NANGKA: DARI PENGAJIAN HINGGA PENJELAJAHAN PULAU PELEPAS

 


Pagi itu hari Ahad 28 Maret 2021 jam masih menunjukkan pukul 06.00, tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Ternyata sahabat kami semasa SMA dulu,Hasan Rais menelepon dari pulau Nangka. Ia mengabarkan bahwa air laut masih pasang hingga sekitar pukul satu siang dan berpesan agar kami tidak berangkat terlalu pagi sehingga bisa menghadiri undangan resepsi di desa Tanjung Pura, kabupaten Bangka Tengah. Sekitar pukul 08.30 kami berempat sudah bersiap untuk menuju desa Tanjung Pura dan kemudian akan menyeberang laut menuju pulau Nangka.

Sesuai estimasi,  pukul 10.30 kami tiba di desa Tanjung Pura dan berkesempatan menghadiri resepsi pernikahan salah-satu warga pulau Nangka. Resepsi kali ini dihadiri  cukup ramai masyarakat, apalagi hampir seluruh penduduk pulau Nangka (sekitar 90 KK) diundang  menghadiri resepsi tersebut. Kami tidak lupa menggunakan masker untuk tetap menjaga protokol kesehatan meskipun sangat jauh dari perkotaan. Berpacu dengan surutnya air laut, sekitar pukul 12.00  kami segera pamit dan menuju dermaga Tanjung Tedung untuk menaiki perahu motor yang sudah siap membawa kami menyeberang ke pulau Nangka. Ini adalah kunjungan kami yang kelima ke pulau ini dengan berbagai misi dan  kali ini adalah melaksanakan pengajian Israk Mikraj sekaligus memberikan bantuan paket alat tulis serta mainan untuk anak-anak di pulau ini. 

Setelah beristirahat dan makan sore di vila yang kami sewa di dekat pantai Perigi Kapal, kami pun bersiap untuk melaksanakan pengajian. Usai salat Isya berjamaah, acara pun dimulai. Didahului oleh sambutan Ketua Takmir, Hasan Rais, kemudian dilanjutkan dengan pembagian paket bantuan  kepada anak-anak. Bantuan ini diserahkan langsung oleh Bapak Erry Setiawan mewakili sejumlah alumni SMAN 508 Sungailiat yang ingin berbagi dengan sesama. Setelah  itu barulah dilaksanakan pengajian Israk Mikraj dengan penceramah Ustaz Ocktoberrinsyah yang merupakan Ketua Yayasan Alhidayah Sungailiat sekaligus dosen Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Topik yang diangkat malam itu  “Salat adalah Mikrajnya Orang Beriman”.                                                                                

Dalam ceramahnya, ustaz menyampaikan pentingnya menegakkan salat bagi setiap orang yang percaya kepada Allah dan hari Akhir. Ibadah salat merupakan perintah yang diterima langsung oleh Nabi dari Allah swt. saat peristiwa Israk Mi’raj. Pada awalnya umat Nabi Muhammad diwajibkan melaksanakan sholat 50 kali sehari semalam, tetapi setelah mendapat masukan dari sejumlah Nabi yang ditemui Nabi Muhammad, akhirnya Nabi Muhammad pun meminta keringanan kepada Allah agar dikurangi. Setelah beberapa kali memohon keringanan, akhirnya sholat diwajibkan 5 kalli sehari semalam.  Ustaz juga mengingatkan agar jamaah tidak melalaikan salatnya, dan berusaha untuk menjalankan salat sunah  rawatib yang mengiringi salat fardu serta salat nafilah lainnya.  Salat merupakan dialog antara hamba dengan Tuhan-nya, oleh karena itu harus dilakukan dengan khusyuk, penuh konsentrasi dan memahami apa yang dibaca ketika salat. Untuk menjadi seorang mukmin yang sukses dunia dan akhirat, salah-satu syaratnya adalah mendirikan salat dengan khusyuk, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Mu’minuun: qad aflahal-mu’minuun, al-ladziina hum fii shalaatihim khaasyi’uun.  Usai pengajian, kami pun menyantap makanan yang sudah dibawa oleh jamaah melalui tradisi “nganggung” yang selalu diadakan saat peringatan hari besar Islam dan juga saat menyambut tamu-tamu khusus yang datang ke pulau  Nangka.

Hari kedua kami isi dengan berkunjung ke Batu Lawang dan juga pantai Pasir Kolek setelah rencana kami menjelajahi pulau Pelepas batal karena kuatnya angin dan besarnya gelombang. Pada hari ketiga ketika hendak pulang, niat kami untuk mengunjungi pulau Pelepas akhirnya terkabul juga. Sejak awal kedatangan kami di dermaga Tanjung Tedung, mata kami memang sudah tertuju pada pulau nan indah dengan mercusuar yang masih tampak dari kejauhan dan berdiri kokoh ini. Alhamdulillah akhirnya kami berkesempatan untuk mengunjungi pulau yang pernah diceritakan oleh ustaz dan ustazah kami yang pernah mengunjunginya. Kami berlima dengan nakhoda mang Sadar, menaiki perahu kecil menuju ke pulau Pelepas atau yang dikenal oleh penduduk sekitar dengan pulau Lampu.  Sesampai di pulau Pelepas kami menelusuri tangga tanah berbatuan , menanjak menuju mercusuar. Setibanya di atas, kami sudah disambut oleh Pak Sani yang saat itu bertugas sebagai penjaga mercusuar. Beliau menceritakan banyak hal tentang asal usul mercusuar yang telah berusia sekitar 128 tahun ini. Berdasarkan informasi pada lempengan plakat yang menempel pada tubuh mercusuar, dapat diketahui bahwa mercusuar ini dibangun pada tahun 1893 pada masa pemerintahan Ratu Wilhemia yang saat itu dalam pengampuan Ratu Emma (Ibunya) karena Sang Ratu masih berumur sekitar 10 tahun. Menurut cerita Pak Sani, mercusar setinggi 50 meter ini dibangun di atas fondasi sedalam 10 meter yang konon kabarnya berupa cor-coran timah. Tadinya kami  mengira bangunan mercusuar ini  berupa dinding bata yang diplester semen, namun setelah mendengar penjelasan Pak Sani dan melihat dengan seksama, ternyata dinding-dindingnya terbuat dari plat baja yang dihubungkan dengan baut-baut yang cukup besar, tanpa menggunakan las.



Mercuar ini dibangun sebagai lampu penerangan di malam hari bagi nakhoda kapal yang melintasi selat Bangka sekaligus sebagai tanda bahwa di situ ada pulau. Pada masa itu,  mercusuar  juga digunakan sebagai lampu pengawas untuk mengamati pergerakan kapal atau perahu di sekitar selat Bangka. Selain mercusuar, ada pula bagunan lain yang masih asli peninggalan Belanda, hanya saja atapnya tampaknya sudah dipugar. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruang tempat tidur, ruang pertemuan, kamar mandi, pantri dan juga ruang tempat tahanan. Sayang kami belum mendapat informasi detail berkaitan dengan ruang tahanan ini, tetapi Pak Sani menceritakan bahwa kalau di malam hari sering terdengar jeritan atau teriakan dari dalam ruang tahanan ini meskipun tidak ada orang di dalamnya. Oleh karena itu pula mengapa ruang ini selalu dikunci dan tidak boleh dimasuki oleh pengunjung. Di samping bangunan ini terdapat juga sebuah makam orang Belanda yang diduga adalah isteri salah seorang penjaga pulau Pelepas ini di awal pembangunannya. Di batu nisannya tertulis "Hier Rust  Mevr: A.M.Goldman, Overl: 15 April 1894" (Di sini beristirahat Nyonya. A.M.Goldman, Meninggal 15 April 1894).

Setelah puas menjelajahi pulau Pelepas, kami pun Kembali pulang ke Sungailiat dengan selamat. Perjalanan kami kali ini terasa menyenangkan dan penuh keberkahan. Sepanjang perjalanan kami berkelakar dengan kata mutiara dari sahabat kami Pak Suhardi, “asak kawan seneng ge ku ikut seneng” (asalkan kawan bahagia, saya ikut bahagia). Selain Pak Suhardi yang merupakan bendahara Yayasan, ikut pula Pak Darmawan sebagai staf Yayasan. (syah).

Tidak ada komentar